Showing posts with label Pendidikan Dasar. Show all posts
Showing posts with label Pendidikan Dasar. Show all posts

Sunday, May 31, 2009

YANG HARUS DIKETAHUI SEBELUM MEMILIH SBI

Kesadaran masyarakat kita akan pendidikan yang bermutu semakin tinggi. Ini bisa kita lihat dari banyaknya peminat Sekolah Berstandar Internasional yang pertumbuhannya berkembang pesat akhir - akhir ini. Minat masyarakat pada sekolah semacam ini ditengarai karena label “Internasional” yang disandangnya. Terdapat anggapan bahwa segala sesuatu yang berlabel internasional, pasti bermutu. Itulah sebab mengapa banyak pelajar kita yang belajar di luar negeri. Itu juga yang menjadi sebab mengapa masyarakat kita cenderung memilih produk yang bermerek internasional ketimbang produk asli dalam negeri. Kita bisa memahami jika pilihan yang diambil benar – benar berdasarkan alasan mutu. Tapi bagaimana jika pilihan itu diambil hanya karena prakonsepsi atas kata “internasional”?

Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdiknas, Suyanto, dalam Workshop Program Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan Sekolah Standar Nasional (SSN) di Sekolah Dasar, mengatakan bahwa Sekolah Berstandar Internasional yang bermutu adalah sekolah yang memiliki proses belajar mengajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan, serta pro perubahan, yaitu proses belajar mengajar yang menekankan pengembangan daya kreasi, inovasi, dan eksperimentasi untuk menemukan kemungkinanan-kemungkinan atau ide-ide baru yang belum pernah ada (www.sinarharapan.co.id). Masih menurut Suyanto, Sekolah Berstandar Internasional diharapkan dapat meluluskan siswa – siswa yang mampu bersaing di dunia internasional. Untuk itu, penguasaan bahasa internasional (bahasa Inggris) dan penguasaan teknologi komunikasi informasi merupakan target utama yang harus dimiliki oleh lulusan sebuah Sekolah Berstandar Internasional.

Jika apa yang diungkapkan oleh Suyanto di atas benar – benar bisa diimplementasikan dalam penyelenggaraan Sekolah Berstandar Internasional, kita patut berlega hati karena tidak lama lagi pendidikan Indonesia akan mendapatkan pengakuan dari dunia internasional. Akan tetapi, kenyataan yang berlaku di lapangan belum tentu demikian. Maka, sebelum kita memutuskan untuk memilih Sekolah Berstandar Internasional, kita perlu meneliti dengan cermat apakah sekolah yang akan kita masuki itu benar – benar layak untuk menyandang predikat “Berstandar Internasional” atau tidak.

Bukannya kita skeptis dengan banyaknya sekolah yang mengklaim dirinya sebagai Sekolah Berstandar Internasional. Tapi tingginya biaya yang harus kita keluarkan untuk bersekolah di sekolah semacam ini harus kita jadikan bahan pertimbangan. Apakah uang yang kita bayarkan sebanding dengan mutu pendidikan yang ditawarkan?. Jangan sampai kita mengeluarkan banyak uang untuk sebuah sekolah yang sebenarnya tidak jauh beda dengan sekolah – sekolah nasional pada umumnya.

Untuk alasan itu, penulis merangkum beberapa kriteria yang seharusnya dimiliki oleh sebuah Sekolah Berstandar Internasional. Penulis berharap bahwa kriteria yang ditulis dalam artikel ini dapat menjadi panduan bagi kita untuk memilih Sekolah yang benar – benar Berstandar Internasional.

Kriteria Pertama; Kurikulum yang diterapkan. Karena berstandar internasional, tentu saja kurikulum yang diterapkan juga kurikulum internasional seperti International General Certificate of Secondary Education (IGCSE). Sekolah Berstandar Internasional yang ada di kecamatan Gemolong, Sragen, misalnya. Sekolah di Sragen ini bekerja sama dengan Pacific Countries Social and Economic Solidarity Association (Pasiad) untuk penyelenggaraan pendidikannya (www.kompas.com). Jika sebuah sekolah mengklaim sebagai sekolah Berstandar Internasional tetapi kurikulum yang dipakai adalah kurikulum yang biasa – biasa saja, kita harus menyangsikan keabsahan sekolah ini.

Kriteria Kedua; Guru yang Mengajar di Sekolah itu. Betapapun hebatnya kurikulum yang dipakai, jika guru tidak bisa menerapkan kurikulum itu dengan sebaik – baiknya, tentu hasilnya akan sama saja. Guru yang mengajar di Sekolah Berstandar Internasional harus terlebih dulu mendapatkan pelatihan – pelatihan untuk menerapkan kurikulum standar internasional. Dan, dalam proses mengajar, guru juga harus selalu dimonitor agar tetap sesuai dengan standar internasional. Jika mekanisme pengawasan ini tidak berjalan, bisa dipastikan bahwa tiap guru akan mengajar sesuai dengan keinginannya sendiri. Disamping itu, tiap guru yang mengajar di Sekolah Berstandar Internasional sudah barang tentu harus mampu menggunakan bahasa Inggris secara aktif. Untuk yang terakhir ini, sepertinya cukup berat untuk dipenuhi. Jangankan guru – guru yang tidak mengajar bahasa Inggris. Guru – guru yang mengajar bahasa Inggris pun secara mayoritas belum bisa memenuhi kriteria ini. Terlebih lagi banyak guru – guru yang sudah cukup berumur. Yang secara umum sudah tidak lagi melakukan update atas ilmu mereka. Untuk itu banyak sekolah yang kemudian mengimpor guru dari luar negeri agar kriteria ini dapat terpenuhi.

Kriteria Ketiga; Fasilitas Sekolah. Sekolah Berstandar Internasional harus memiliki fasilitas lengkap meliputi ruang kelas, ruang observasi, laboratorium bahasa, lab matematika, laboratorium IPA dan Komputer, ruang perpustakaan, ruang ketrampilan, ruang kesenian serta fasilitas olahraga.

Kriteria Keempat; Memiliki Sertifikat dari International Standard Organization (ISO). Sekolah yang berhak menyandang Sekolah Berstandar Internasional adalah sekolah yang telah mendapatkan sertifikat ISO 99 dan 2000.

Kriteria Kelima; Memiliki Kerja Sama dengan Kalangan Dunia Usaha di Dalam dan di Luar Negeri serta Memiliki Program-Program Unggulan. Kriteria ini adalah untuk sekolah – sekolah kejuruan yang berstandar internasional. SMK berstandar internasional harus memiliki kerja sama dengan dunia usaha di luar negeri karena tujuan dari didirikannya Sekolah Berstandar Internasional adalah agar lulusannya dapat bersaing dengan lulusan dari luar negeri. Program – program unggulan dimaksudkan agar para siswa dapat memilih sekolah yang sesuai dengan minat dan bakatnya masing – masing. Contoh untuk yang berikut ini bisa kita lihat dari SMK – SMK yang ada di Surabaya.

SMK Negeri 1 Surabaya memiliki keunggulan di bidang teknologi informasi, SMK Negeri 5 Surabaya memiliki keunggulan di bidang mekanik otomatif, SMK Negeri 11 Surabaya memiliki program unggulan animasi, SMK Negeri 6 memiliki program unggulan akomodasi perhotelan, SMK Negeri 10 menjalin kerja sama dengan dunia pariwisata di Thailand dan SMK Negeri 8 memiliki kerja sama dengan Malaysia dalam program unggulan kecantikan (www.tempointeraktif.com)

Menurut hemat penulis, kelima kriteria di atas sudah cukup untuk mengukur “ke-internasional-an” dari sebuah SBI. Jika anda menemukan kriteria – kriteria itu dari sebuah Sekolah Berstandar Internasional, anda baru boleh percaya bahwa sekolah itu memang benar – benar telah sesuai dengan yang anda harapkan. Bahwa uang yang anda keluarkan sebanding dengan apa yang anda dapatkan.

Kita percaya bahwa dari sekian Sekolah Berstandar Internasional yang ada pasti ada yang benar – benar memberikan standar internasional. Tapi kita juga yakin bahwa ada juga sekolah yang “Berstandar Internasional” tapi sebenarnya belum layak menyandang predikat itu. Selain kita harus jeli dalam memilih, kita berharap bahwa Pemerintah segera memberlakukan regulasi yang ketat dalam mengatur maraknya Sekolah Berstandar Internasional. Dengan begitu, mudah – mudahan tidak ada lagi orang yang merasa ditipu oleh sekolah yang memakai label “Berstandar Internasional”.

http://akumukita.blogspot.com/2008/09/artikel-pendidikan-yang-harus-anda.html

Sumber Belajar Anak

Kita wajib membantu kelancaran proses pembelajaran anak di "sekolah"nya. Apalagi, begitu banyak sumber belajar di sekeliling kita yang bisa dimanfaatkan.

Yang dimaksud sumber belajar adalah segala macam sarana dan prasarana yang bisa didapatkan di lingkungan dan memberikan pengetahuan/informasi/konsep pada anak. "Jadi, sumber belajar itu luas sekali. Bisa berarti situasi dari keadaan, benda, gambar alat mainan, serta semua peralatan yang bisa didapat di segala tempat, baik pantai, gunung, toko, dan lainnya," terang Anggani Soedono, MA, pakar pendidikan dan penulis buku Sumber Belajar dan Alat Permainan untuk Pendidikan Usia Dini.

Kenali Ciri Khas Anak

Namun, sebelum memanfaatkan sumber belajar, kita perlu mengenali dulu ciri-ciri khas anak usia 4-5 tahun. Ketika bermain, misal, mereka sebenarnya tak mempersoalkan jenis mainannya. Ambil contoh kotak mi instan, bisa ditarik-tarik dengan tali menjadi sebuah "mobil". "Itu sudah merupakan sebuah kegiatan yang menyenangkan baginya," ujar Anggani.

Sayang, sering kita tak menyadari hal ini hingga "mainan" kesayangan si kecil dibuang karena dianggap sampah. "Ini pandangan keliru, lo, karena pada umur-umur ini, anak suka sekali 'menyampah', entah berupa tali-tali, gelang karet atau kertas bekas, semuanya dikumpulkan." Meski, kegemarannya mengumpulkan suatu barang karena sebelumnya ia pernah melihat model. Mungkin si ayah atau ibu pernah membuat sesuatu dengan barang-barang itu, misal, karet, hingga anak merasa, "Aku juga mau main dengan karet, jadi aku simpan, ah."

Dari segi bahasa, lanjut Anggani, anak prasekolah juga punya ciri, yaitu butuh bahasa yang utuh disertai fungsinya. Misal, "O, Kakak sedang minum susu di gelas, ya?" Jadi, jangan hanya mengatakan, "Kak, itu namanya gelas," tapi terangkan lebih lanjut, "Kak, lihat, tuh, di atas meja Bunda ada gelas. Eh, ada buku juga, tas Kakak juga ada di meja!" Dengan demikian anak tahu, di atas meja bukan hanya bisa ditaruh gelas, tapi juga benda lain.

Namun, dalam memberikan informasi harus secara fun artinya tanpa paksaan dan kita pun harus menunjukkan antusiasme, hingga menular pada anak dan tercipta proses pembelajaran yang menyenangkan. "Bila orang tua tak menunjukkan antusiasme, anak pun akan cuek. Ia akan menganggap, tak ada sesuatu yang menarik dari tepung terigu, misal. Namun bila kita katakan 'Wah, tepung ini bisa Bunda buat pie. Kakak ingat enggak ketika makan pie. Enak, ya?', misal."

Dapur dan Ruang Keluarga

Soal tempat yang bisa dijadikan sumber belajar, lanjut Anggani, tak perlu jauh-jauh. Dapur pun bisa. Misal, kita mengenalkan nama-nama bumbu-bumbu dapur sambil mengatakan, kebanyakan tanaman bumbu dapur dapat juga digunakan sebagai apotik hidup, lalu biarkan anak mencium lengkuas, kunyit, kunci, jahe, daun jeruk purut, daun salam, sereh, dan sebagainya. Dengan begitu ia menyadari, di sekelilingnya banyak aneka tanaman yang sangat bermanfaat. Seluruh pancaindranya pun bekerja aktif kala ia mengamati aneka bumbu dapur itu.

Ruang keluarga pun bisa dijadikan tempat sumber belajar. Misal, "Ini, lo, Kak, yang namanya komputer. Yang kayak TV ini namanya monitor. Nah,yang banyak tombolnya ini namanya keyboard." Jangan anggap istilah-istilah tersebut masih terlalu tinggi untuk anak karena di usia 4-5 tahun harus sudah dikenalkan dengan itu semua. Jadi, jangan menunda-nunda untuk mengenalkan kosa kata semisal, "Ah, itu, kan masih susah dimengerti, nanti saja kalau dia sudah masuk SD." Justru akan lebih baik bila tak dibatasi.

Menurut Wakil Koordinator Badan Pembina Akademik Perguruan Islam Al-Izhar ini, salah besar bila menganggap anak TK belum waktunya diajarkan macam-macam. Justru anggapan ini hanya membuat pengetahuan anak jadi serba terbatas. Misal, "Bunda, ini... ini..., kok, lampunya hidup terus?" Padahal, yang ia maksud, "Kok, layar monitor komputernya hidup terus," tapi ia tak bisa mengutarakannya dengan kata-kata yang tepat.

Di luar rumah

Bila di dalam rumah saja sudah kaya akan sumber belajar, apalagi di luar rumah. Pendek kata, di setiap tempat dengan kegiatan apa pun, bisa digunakan sebagai sumber belajar. Tetangga sebelah rumah atau si bapak RT, juga bisa digunakan sebagai sumber belajar. Begitu pun ibu penjual sayur, mbok pemilik warung, atau tante dokter.

Akan lebih baik bila kita juga bertindak sebagai fasilitator. Misal, "Kak, kasihan, ya, Mbok itu dengan 3 orang anaknya hanya tinggal di warung yang sebesar kamar Kakak. Bagaimana, ya, rasanya menurut Kakak?" Dengan begitu ia juga belajar memikirkan masyarakat lain yang berbeda dengannya.

Manfaatkan pula kegiatan yang sering dilakukan. Kala berlibur ke pantai, misal, bukankah kita bersama si kecil bisa mencari berbagai jenis binatang yang hidup di sekitar situ? "Kak, ini binatang yang hidup di pasir. Yang ini binatang yang hidupnya selalu di air, dan yang itu bisa hidup di darat maupun di air," misal. Atau, kita bisa mengumpulkan kerang atau batu-batuan yang ada di sana.

Jika ayah sedang ke bengkel pun, si kecil juga bisa ikut, lo. Di sana pasti ia menemukan banyak pertanyaan yang menggugah rasa ingin tahunya. "Apa saja, sih, yang dikerjakan montir di bengkel?" atau "Ayah, kenapa, sih, orang itu tiduran di kolong mobil, terus ngapain dia, kok, keluar-masuk?" Dengan begitu, ia tahu apa saja yang bisa dikerjakan montir. Malah, mungkin ia juga mengerti istilah-istilah yang biasa digunakan di bengkel seperti spooring atau balancing. Jadi, anak sudah knowledgeable. Mungkin saja dari situ, ia lantas senang utak-atik mobil, hingga setelah besar jadi montir kenamaan atau pembalap mobil. Bisa juga, ia jadi seorang ahli hukum yang sekaligus memiliki auto shop. Ini, kan, merupakan nilai lebihnya. "Mungkin awalnya, ketika melihat anak bermain, kita tak menyangka 'Ah, mana bisa dia mengerti mesin, wong, dia masih kecil'. Tapi jangan lupa, semua itu memerlukan waktu. Kalau minat dan model yang diberikan baik, tak menutup kemungkinan pengetahuan si kecil pun akan berkembang menjadi baik."

Tempat lain yang baik sebagai sumber belajar adalah pasar swalayan. Di sini anak dapat belajar klasifikasi berbagai jenis makanan dan benda-benda lain, misal, sayuran, buah, daging hingga bumbu dapur. Ia pun bisa belajar tentang matematika. "Kak, besok Rara dan Adit mau datang ke rumah, jadi kita perlu cokelat berapa buah, ya?", misal. Jadi, gunakan dengan baik kesempatan setiap pergi ke swalayan untuk pembelajaran ini. Manfaat lainnya, menjaga agar anak tak lari kemana-mana. Tentunya, ciptakan kondisi hingga anak tertarik, misal, anak didorong dalam kereta, "Pelan-pelan saja, ya, Kak, soalnya Bunda mau melihat sayuran apa saja yang bisa dibeli. Kakak bantu, ya, dengan menyebut nama sayuran yang Kakak lihat. Nah, kalau Kakak enggak tahu namanya, bilang ke Bunda, nanti kita cari tahu bersama namanya."

Tentu kita tak harus terus-menerus memberi informasi jika si kecil sudah tahu nama sayuran, cukup yang kita pikir ia belum mengetahui. "Kak, ini sayur juga, lo, walaupun warnanya ungu kayak buah. Namanya terong. Nah, sayur yang ini namanya apa, ya? Mama juga enggak tahu, coba kita baca, oh ternyata squash, agak susah, ya, ngomongnya?" Agar bahasa yang kita gunakan lebih bermakna, kita pun bisa mengaitkan sayuran tadi dengan hal lain, misal, "Kak, kalau kita buat sayur terong, pasti Nenek senang banget, karena sayur terong, kan, kesenangan Nenek."

Ternyata, kita tak perlu repot-repot untuk menyediakan sumber belajar buat si kecil, ya, Bu-Pak? Karena semua yang ada di sekitar kita bisa dimanfaatkan.

Sumber : Tabloid-nakita.com